Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata
Kuliah
FISIOLOGI TUMBUHAN
Dosen Pengampu: Ihwan,
S.Pd., M.Si
Oleh:
Try Firdaus Yulita Muti
Sri Rusmini Yasinta
Godhi
Yofita G H Fahik Yuliana Lodo
Yetri Tameon
JURUSAN P-MIPA BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Respirasi Tumbuhan dan Translokasi Fotosintat”.
Makalah ini menjelaskan tentang pengertian respirasi,
kuosien respirasi, mekanisme respirasi, fermentasi pada tumbuhan, respirasi
intramolekuler, cara menghitung efisiensi respirasi, lintasan pentosa fosfat,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi, pembuluh pengangkut dan
komposisi larutan, anatomi floem, hingga pemilahan arah pengangkutan
Perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada : Bpk Dosen mata kuliah Fisiologi Tumbuhan atas tugas yang diberikan sehingga menambah
wawasan kami tentang tumbuhan khususnya proses respirasi yang terjadi
pada tumbuhan, demikian pula
kepada teman-teman yang turut memberi sumbang saran dalam penyelesaian makalah sebagaimana
yang kami sajikan.
Kami menydari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, untuk itu dari lubuk hati kami yang paling dalam memohon saran dan
kritik yang sifatnya membangun dan mendorong membuka cakrawala pemahaman
tentang tumbuhan terkhususnya pada proses respirasi yang terjadi pada tumbuhan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita dan selalu menginspirasi kita
untuk mendalami ilmu fisiologi tumbuhan.
Kupang, 1 November
2014
Penulis
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
2
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................4
D. Manfaat..........................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................6
B. Kuosien Respirasi (RQ)..................................................................................................7
C. Mekanisme Respirasi......................................................................................................9
D. Fermentasi pada Tumbuhan. ........................................................................................20
E. Respirasi IntraMolekuler...............................................................................................20
F. Efisiensi Respirasi.........................................................................................................21
G. Lintasan Pentosa Fosfat................................................................................................19
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Respirasi...................................................22
I . Translokasi hasil fotosintesis.........................................................................................23
BAB III..........................................................................................................................................30
PENUTUP.....................................................................................................................................30
A. Kesimpulan...................................................................................................................30
B. Saran.............................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pengertian sehari-hari,
bernafas sekedar diartikan sebagai proses pertukaran gas di paru-paru. Tetapi
secara biologis, pengertian respirasi tidaklah demikian. Pernafasan lebih
menunjuk kepada proses pembongkaran atau pembakaran zat sumber energi di dalam
sel-sel tubuh untuk memperoleh energi atau tenaga. Zat makanan sumber tenaga
yang paling utama adalah karbohidrat (Suyitno, 2006).
Setiap mahkluk hidup melakukan aktivitas
bernafas, atau yang disebut dengan respirasi. Tidak terkecuali dengan tumbuhan
juga melakukan respirasi. Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya tergolong pada
organisme autotrof, yaitu makhluk hidup yang dapat mensintesis sendiri senyawa
organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang baku adalah rantai karbon yang
dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis. Fotosintesis atau
asimilasi karbon adalah proses pengubahan zat-zat anorganik H2O dan
CO2 oleh
klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya. Proses
fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil
(Iskandar, 2012).
Kalau fotosintesis adalah suatu proses
penyusunan (anabolisme atau asimilasi) di mana energi diperoleh dari sumber
cahaya dan disimpan sebagai zat kimia, maka proses respirasi adalah suatu
proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi) dimana energi yang tersimpan
dibongkar kembali untuk menyelenggarakan proses–proses kehidupan.
Pembakaran membutuhkan oksigen (O2), terjadai di dalam setiap sel yang
hidup. Energi yang diperoleh berupa energi kimia (ATP) yang digunakan untuk
berbagai aktivitas fisiologi dalam tubuh. Di samping itu, pembakaran
menghasilkan pula zat sisa berupa gas asam arang (CO2) dan air. Pada organisme
anaerob, pembongkaran zat sumber tenaga (glukosa) berlangsung tanpa melibatkan
oksigen. Pembongkaran semacam ini disebut respirasi anaerob (Suyitno, 2006).
Tumbuhan juga menyerap O2 untuk pernafasannya, umumnya
diserap melalui daun (stomata). Pada keadaan aerob, tumbuhan melakukan
respirasi aerob. Bila dalam keadaan anaerob atau kurang oksigen, jaringan
melakukan respirasi secara anaerob. Misal pada akar yang tergenang air. Pada
respirasi aerob, terjadi pembakaran (oksidasi) zat gula (glukosa) secara
sempurna, sehingga menghasilkan energi jauh lebih besar (36 ATP) daripada
respirasi anaerob (2 ATP saja). Demikian pula respirasi yang terjadi pada jazad
renik (mikroorganisma). Sebagian mikroorgaanisma melakukan respirasi aerobik
(dengan zat asam), anerobik (tanpa zat asam) atau cara keduanya (aerobik
fakultatif) (Suyitno, 2006).
Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah makalah yang berjudul “Respirasi Tumbuhan”.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah yang
dimaksud respirasi?
2. Apakah yang
dimaksud kuosien respirasi?
3. Bagaimanakah
mekanisme respirasi pada tumbuhan?
4. Bagaimanakah
proses fermentasi pada tumbuhan?
5. Apakah yang dimaksud
respirasi Intramolekuler?
6. Bagaimanakah
efisiensi respirasi?
7. Bagaimanakah
lintasan pentosa fosfat?
8. Apasajakah
faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi?
Adapun tujuan yang akan dicapai adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian respirasi.
2. Untuk
mengetahui kuosien respirasi.
3. Untuk
mengetahui mekanisme respirasi pada tumbuhan.
4. Untuk
mengetahui proses fermentasi pada tumbuhan.
5. Untuk
mengetahui respirasi Intramolekuler.
6. Untuk
mengetahui efisiensi respirasi.
7. Untuk
mengatahui jalur lain respirasi yaitu lintasan pentosa fosfat.
8. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi.
9. Untuk mengetahui anatomi floem
10. Untuk mengetahui mekanisme pengangkutan melalui
floem
11. Untuk mengetahui laju pengangkutan melalui
floem
12. Untuk mengetahui pengisian floem
13. Untuk mengetahui pemilahan arah pengangkutan
D .Manfaat
1. Menambah
wawasan mahasiswa tentang respirasi pada tumbuhan.
2. Mengetahui
adanya jalur lain yang terjadi dalam proses respirasi.
3. Mahasiswa
dapat produksi ATP yang dihasilkan melalui respirasi seluluar.
A. Pengertian Respirasi.
Respirasi adalah proses utama dan
penting yang terjadi pada hampir semua makluk hidup, seperti halnya buah.
Proses respirasi pada buah sangat bermanfaat untuk melangsungkan proses
kehidupannya. Proses respirasi ini tidak hanya terjadi pada waktu buah masih
berada di pohon, akan tetapi setelah dipanen buah-buahan juga masih
melangsungkan proses respirasi. Pada tumbuhan, respirasi dapat berlangsung melalui permukaan akar,
batang, dan daun. Respirasi yang berlangsung melalui permukaan
akar dan batang sering disebut respirasi lentisel. Sedang respirasi
yang berlangsung melalui permukaan daun disebut respirasi stomata (Nurfauziawati, 2011).
Menurut Santosa (1990), “Respirasi
adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi yang digunakan
untuk aktivitas sel dan dan kehidupan tumbuhan dalam bentuk ATP atau senyawa
berenergi tinggi lainnya. Selain itu respirasi juga menghasilkan
senyawa-senyawa antara yang berguna sebagai bahan sintesis berbagai senyawa
lain. Hasil akhir respirasi adalah CO2 yang berperan pada
keseimbangan karbon dunia. Respirasi berlangsung siang-malam karena
cahaya bukan merupakan syarat”.
Respirasi merupakan proses
katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan
oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi
anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain
karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit
energi (Lovelles, 1997).
Seperti yang diuraikan diatas,
respirasi berlangsung baik ketika ada maupun tidak ada oksigen. Ketika tidak
ada oksigen terjadi fermentasi, yang merupakan penguraian gula yang terjadi
tanpa oksigen. Akan tetapi, jalur katabolik yang paling dominan dan efisient
adalah respirasi aerobik, yang menggunakan oksigen sebagai reaktan bersama
dengan bahan-bahan organik (aerobic berasal dari kata Yunani aer,
udara dan bios, kehidupan). Beberapa prokariota menggunakan zat selain
oksigen sebagai reaktan dalam suatu proses yang serupa yang memanen energi
kimia tanpa menggunakan oksigen sama sekali. Proses ini disebut respirasi
anaerobik (awalan an- berarti ‘tanpa’). Secara teknis, istilah respirasi
seluler mencakup proses aerobik dan anaerobik. Akan tetapi, istilah tersebut
berasal dari sinonim untuk respirasi aerobik karena adanya hubungan antara
proses tersebut dengan respirasi organisme, dimana sebagian besar organisme
menggunakan oksigen (Campbell, 2010).
Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, respirasi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu (Ata, 2011):
1.
Respirasi Aerob, yaitu respirasi yang
memerlukan oksigen, penguraiannya lengkap sampai menghasilkan energi,
karbondioksida, dan uap air.
2.
Respirasi Anaerob, yaitu respirasi yang tidak
memerlukan oksigen tetapi penguraian bahan organiknya tidak lengkap. Respirasi
ini jarang terjadi, hanya dalam keadaan khusus.
Adapun perbedaan antara respirasi
aerob dan anaerob adalah (Santosa, 1990) :
Aerob
|
Anaerob
|
1.
Umum terjadi
2.
Berlangsung seumur hidup
3.
Energi yang dihasilkan besar
4.
Tidak merugikan tumbuhan
5.
Memerlukan oksigen
6.
Hasil akhir berupa CO2 dan H2O
|
1.
Hanya dalam keadaan khusus
2.
Sementara, hanya fase tertentu
3.
Energinya kecil
4.
Menghasilkan senyawa yang bersifat racun
5.
Tanpa oksigen
6.
Berupa alkohol dan CO2
|
B. Kuosien Respirasi (RQ)
Respirasi dapat diukur secara kuantitatif dengan cara menangkap CO2
yang dibebaskan dengan Ba(OH)2 dan BaCO3 yang terjadi
ditimbang, ditangkap dengan NaOH kemudian dititrasi atau dengan infra red gas
analyzer. Pengukuran jumlah O2 yang dikonsumsi juga dapat dilakukan
dengan elektrode oksigen. Dengan cara mengukur konsumsi oksigen dan produksi CO2
dapat diketahui jalur mana yang dilalui dalam respirasi, serta substrat apa
yang dipakai. Perbandingan antara produksi CO2 dengan O2
yang diperlukan dinamakan kofisien respirasi (Santosa, 1990).
Jika karbohidrat seperti sukrosa, fruktan, atau pati yang digunakan sebagai
substrat pada proses respirasi dan jika senyawa tersebut teroksidasi secara
sempurna, maka jumlah O2 yang digunakan akan persis sama dengan
jumlah CO2 yang dihasilkan. Nisbah CO2/O2 ini disebut Kuosien
Respirasi, sering disingkat RQ (respiratory quoitient). Nilai RQ ini
pada kebanyakan kasus akan mendekati nilai 1. Sebagai contoh, nilai RQ
rata-rata dari daunberbagai spesies adalah sekitar 1,05. Biji dari tanaman
serealia dan legum dimana pati merupakan cadangan karbohidrat utama juga
menunjukkan nilai RQ mendekati 1,0 (Lakitan, 2012).
Besarnya kosien respirasi tergantung pada substrat, jika bahan cadangan yang
dominan bukan pati, misalya lemak atau minyak menjadi lebih rendah. Untuk
lemak, misalnya tripalmitat
2 C51H98O6
+ 145 O2 ® 102 CO2 + 98
H2O
RQ yang dihasilkan sebesar,
Nilai RQ serendah 0,7 dapat terjadi pada lemak. RQ protein kira-kira 0,79
karena sebagai penyusun molekul, oksigen sedikit dalam protein, tetapi
oksidasinya memerlukan banyak oksigen. RQ lebih dari 1 diperoleh bila
substratnya asam organik, karena oksigen dalam molekul cukup banyak sehingga
kebutuhan oksigen dari luar sangat sedikit. Misalnya asam tetrat (Santosa,
1990) :
2 C4H6O5 + 5 O2
® 6 CO2 + 6 H2O
RQ = 1,6
Dengan mengetahui nilai RQ dari suatu organ atau jaringan, akan dapat
diperkirakan jenis senyawa yang dioksidasi (substrat dari proses respirasi)
pada organ atau jaringan tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa senyawa yang
dioksidasi mungkin terdiri beberapa jenis, sehingga nilai RQ yang terukur
merupakan rata-rata dari hasil oksidasi berbagai senyawa tersebut. Secara umum
nilai RQ ini dapat digunakan sebagai indikasi dari porsi karbohidrat sebagai
substrat respirasi. Jika nilai RQ semakin mendekati 1 maka semakin dominan
porsi karbohidrat sebagai substrat respirasi (Lakitan, 2012).
C. Mekanisme Respirasi
Respirasi terjadi pada seluruh sel
yang hidup, khususnya di Mitokondria. Proses bertujuan untuk membangkitkan
energi kimia (ATP). ATP dibentuk dari penggabungan ADP + Pi (fosfat anorganik)
dengan bantuan pompa H+-ATP-ase, dalam rantai transfer elektron yang terdapat
pada membran mitokondria. Peristiwa aliran elektron dan atau proton (H+) dalam
rantai tranfer elektron pada dasarnya adalah peristiwa Reduksi – Oksidasi
(Redoks) (Suyitno, 2006).
Respirasi pada tumbuhan pada
dasarnya sama dengan hewan, namun juga ada kekhasannya. Proses respirasi pada
dasarnya adalah proses pembongkaran zat makanan sumer energi (umumnya glukosa)
untuk memperoleh energi kimia berupa ATP. Namun demikian, zat sumber energi
tidak selalu siap dalam bentuk glukosa, melainkan masih dalam bentuk cadangan
makanan, yaitu berupa sukrosa atau amilum. Karena itu zat tersebut harus
terlebih dahulu di bongkar secara hidrolitik. Demikian pula bila zat cangan
makanan yang hendak dibongkar adalah lipida (lemak) atau protein. Proses
pembongkaran ( degradasi ) adalah sebagai berikut (Suyitno, 2006) :
Pada umumnya substrat respirasi
adalah karbohidrat, dengan glukose sebagai molekul pertama. Reaksi kimia
respirasi dibagi dalam glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus Krebs, dan
transpor elektron.
v Glikolisis
Glikolisis berasal dari kata glukosa dan
lisis (pemecahan), adalah serangkaian reaksi biokimia di mana glukosa
dioksidasi menjadi molekul asam piruvat. Glikolisis adalah salah satu proses
metabolisme yang paling universal yang kita kenal, dan terjadi (dengan berbagai
variasi) di banyak jenis sel dalam hampir seluruh bentuk organisme. Proses
glikolisis sendiri menghasilkan lebih sedikit energi per molekul glukosa
dibandingkan dengan oksidasi aerobik yang sempurna. Energi yang dihasilkan
disimpan dalam senyawa organik berupa adenosine triphosphate atau yang lebih
umum dikenal dengan istilah ATP dan NADH (Satriyo, 2012).
Lintasan glikolisis yang paling umum adalah
lintasan Embden-Meyerhof-Parnas (EMP pathway), yang pertama kali ditemukan oleh
Gustav Embden, Otto Meyerhof dan Jakub Karol Parnas. Selain itu juga terdapat
lintasan Entner–Doudoroff yang ditemukan oleh Michael Doudoroff dan Nathan
Entner terjadi hanya pada sel prokariota, dan berbagai lintasan
heterofermentatif dan homofermentatif (Satriyo, 2012).
Ringkasan reaksi glikolisis pada lintasan EMP adalah
sebagai berikut:
C6H12O6 + 2 ATP + 2 NAD+
2 Piruvat + 4 ATP + 2 NADH
Sedangkan
ringkasan reaksi dari glikolisis, siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif
adalah:
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 2 H2O + energy
Gambar. bagan reaksi
Glikolisis
Glikolisis adalah serangkaian reaksi kimia
yang mengubah gula heksosa, biasanya glukosa, menjadi asam piruvat. Reaksi
glikolisis berlangsung di dalam sitoplasma sel dan tidak memerlukan adanya
oksigen. Glikolisis dapat dibagi dalam dua fase utama, yaitu (Ata, 2011) :
Fase Persiapan (Glukosa diubah menjadi dua senyawa tiga karbon)
Pada fase ini pertama sekali glukosa
difosforilasi oleh ATP dan enzim heksokinase membentuk glukosa-6-fosfat dan
ADP. Reaksi berikutnya melibatkan perubahan gula aldosa menjadi gula ketosa.
Reaksi ini dikatalis oleh enzim fosfoglukoisomerase dan menyebabkan perubahan
glukosa-6-fosfat yang difosforilasi oleh ATP dan enzim fosfofruktokinase
menghasilkan fruktosa-1,6-difosfat dan ADP. Selanjutnya fruktosa-1,6-difosfat
dipecah menjadi dua molekul senyawa tiga karbon yaitu gliseraldehida-3-fosfat
dan dihidroasetonfosfat, dengan bantuan enzim aldolase. Dihidroasetonfosfat
dikatalis oleh enzim fosfotriosa isomerase menjadi senyawa
gliseraldehida-3-fosfat. Jadi pada fase ini dihasilkan dua gliseldehida-3-fosfat.
Pada fase ini tidak dihasilkan energi tetapi membutuhkan energi 2 ATP.
Fase Oksidasi (Senyawa tiga karbon diubah menjadi asam piruvat)
Dua senyawa gliseraldehida-3-fosfat diubah
menjadi 1,3-difosfogliserat. Reaksi ini melibatkan penambahan fosfat anorganik
pada karbon pertama dan reduksi NAD menjadi NADH2 yang dibantu
oleh enzim fosfogliseraldehida dehidrogenase. Dengan adanya ADP dan enzim
fosfogliserat kinase, asam 1,3-difosfogliserat diubah menjadi asam
3-fosfogliserat dan ATP dibentuk. Asam 3-fosfogliserat selanjutnya diubah
menjadi asam 2-fosfogliserat oleh aktivitas enzim fosfogliseromutase. Pelepasan
air dari 2-fosfogliserat oleh enzim enolase membentuk asam fosfoenolpiruvat.
Dengan adanya ADP dan piruvat kinase, asam fosfoenolpiruvat diubah menjadi asam
piruvat dan ATP dibentuk. Pada fase ini dihasilkan dua molekul asam piruvat.
Pada fase ini juga dihasilkan energi sebesar 2 NADH2 dan 4 ATP.
v Dekarboksilasi Oksidatif
Dekarboksilasi oksidatif adalah reaksi yang
mengubah asam piruvat yang beratom 3 C menjadi senyawa baru yang beratom C dua
buah, yaitu asetil koenzim-A (asetil ko-A). Reaksi dekarboksilasi oksidatif ini
(disingkat DO) sering juga disebut sebagai tahap persiapan untuk masuk ke
siklus Krebs. Reaksi DO ini mengambil tempat di intermembran mitokondria
(Fauzi, 2012).
Gambar bagan
dekarboksilasi oksidatif
Setelah melalui reaksi glikolisis, jika
terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat akan menjalani tahapan
reaksi selanjutnya, yaitu siklus Krebs yang bertempat di matriks mitokondria.
Jika tidak terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat akan menjalani
reaksi fermentasi. Akan tetapi, asam piruvat yang mandapat molekul oksigen yang
cukup dan akan meneruskan tahapan reaksi tidak dapat begitu saja masuk ke dalam
siklus Krebs, karena asam piruvat memiliki atom C terlalu banyak, yaitu 3 buah.
Persyaratan molekul yang dapat menjalani siklus Krebs adalah molekul tersebut
harus mempunyai dua atom C (2 C). Karena itu, asam piruvat akan menjalani
reaksi dekarboksilasi oksidatif (Fauzi, 2012).
Langkah pertama adalah pembentukan suatu
kompleks antara TPP dan piruvat diikuti dengan dekarboksilasi asam piruvat.
Pada langkah kedua, unit asetaldehida yang tertinggal setelah dekarboksilasi,
bereaksi dengan asam lipoat membentuk kompleks asetil-asam lipoat. Asam lipoat
tereduksi dan aldehida dioksidasi menjadi asam yamg membentuk suatu tioster
dengan asam lipoat. Pada langkah ketiga, terjadi pelepasan gugus asetil dari
asam lipoat ke CoASH, hasil reaksinya adalah asetil-ScoA dan asam lipoat
tereduksi. Langkah terakhir, adalah regenerasi asam lipoat dengan memindahkan
elektron dari asam lipoat tereduksi ke NAD. Reaksi terakhir ini penting agar
suplai asam lipoat teroksidasi secara berkesinambungan selalu tersedia untuk
pembentukan asetil-SCoA dari asam piruvat. Pada reaksi ini dihasilkan dua
molekul asetil-CoA, energi sebanyak 2 NADH2, dan 2 CO2
(Ata, 2011).
v Siklus Krebs
Siklus
Krebs berasal dari nama penemuannya yaitu Sir Hans Krebs (1980-1981), seorang
ahli biokimia Jerman yang mengemukakan bahwa glukosa secara perlahan dipecah di
dalam mitokondria sel dengan suatu siklus dinamakan siklus
Krebs. Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria
dan disebut juga siklus asam trikarboksilat. Hal ini disebabkan siklus Krebs
tersebut menghasilkan senyawa yang mempunyai 3 gugus karboksil, seperti asam
sitrat dan asam isositrat. Asetil koenzim A masuk siklus Krebs melalui reaksi
hidrolisis dengan melepas koenzim A dan gugus asetil (mengadung 2 atom C),
kemudian bergabung dengan asam oksaloasetat (4 atom C) membentuk asam sitrat (6
atom C). Energi yang digunakan untuk pembentukan asam sitrat berasal dari
ikatan asetil koenzim A. Selanjutnya, asam sitrat (C6) secara bertahap menjadi
asam oksaloasetat (C4) lagi yang kemudian akan bergabung dengan asetil Ko–A.
Peristiwa pelepasan atom C diikuti dengan pelepasan energi tinggi berupa ATP yang
dapat langsung digunakan oleh sel. Selama berlangsungnya reaksi oksigen yang
diambil dari air untuk digunakan mengoksidasi dua atom C menjadi CO2,
proses tersebut disebut dekarboksilasioksidatif. Dalam
setiap oksidasi 1 molekul asetil koenzim A akan dibebaskan 1 molekul ATP, 8
atom H, dan 2 molekul CO2. Atom H yang dilepaskan itu kemudian
ditangkap oleh Nikotinamid
AdeninDinukleotida (NAD)
dan Flavin Adenin Dinukleotida (FAD)
untuk dibawa menuju sistem transpor yang direaksikan dengan oksigen
menghasilkan air (Budiyanto, 2013).
Gambar bagan reaksi
siklus krebs
Ada beberapa
tahapan dalam Siklus Krebs diantaranya (Jazair, 2011) :
a. Tahap
I
Enzim sitrat sintase mengkatalisis
reaksi kondensasi antara asetil koenzim-A dengan oksaloasetat menghasilkan
sitrat. Reaksi ini merupakan suatu reaksi kondensasi aldol antara gugua metal
dan asetil koenzim-A dan gugus karbonil dari oksaloasetat dimana terjadi
hidrolisis ikatan tioester dan pembentukan senyawa koenzim-A bebas. Reaksi ini
adalah suatu hidrolisis eksergonik yang menghasilkan energi dan merupakan
reaksi pendorong pertama untuk daur krebs.
b. Tahap II
Merupakan pembentukan isositrat dari
sitrat melalui cas-akonitat, dikatalisis secara reversible oleh enzim
akonitase. Enzim ini mengkatalisis reaksi reversible penambahan H2O
pada ikatan rangkap cis-akonitat dalam 2 arah, yang satu ke pembentukan sitrat
dan yang lain ke pembentukan isositrat.
c. Tahap III
Oksidasi isositrat menjadi α-ketoglutarat berlangsung melalui pembentukan
enyawa antara oksalosuksinat yang berikatan dengan enzim isositrat
dehidrogenase dengan NAD berperan sebagai koenzimnya. Enzim yang pertama mengkatalisis
proses oksidasi isositrat menjadi oksalosuksinat dan dekarboksilasi
oksalosuksinat menjadi α-ketoglutarat.
Pengubahan isositrat ke oksaloasetat dapat dihambat oleh difenilkloroarsin,
sedangkan dekarboksilasi oksaloasetat dihambat oleh pirofosfat.
d. Tahap IV
Adalah oksidasi α-ketoglutarat
menjadi suksinat melalui pembentukan suksinil koenzim-A, yang merupakan reaksi
yang ieversibel dan dikatalisis oleh enzim kompleks α-ketoglutarat dehidrogenase. Reaksi ini dikatalisis
oleh enzim suksinil koenzim-A sintetase yang khas untuk GDP. Selanjutnya GTP
yang terbentuk dari reaksi ini dipakai untuk sntesis ATP dari ADP dengan enzim
nukleosida difosfat kinase.
e. Tahap V
Suksinat dioksidasi menjadi fumarat
oleh enzim suksinat dehidrogenase yang berikatan dengan flavin adenine
dinukleotida (FAD) sebagai koenzimnya. Enzim ini terikat kuat pada membrane
dalam mitokondrion. Dalam reaksi ini FAD berperan sebagai penerima hydrogen.
f. Tahap VI
Merupakan reaksi reversible
penambahan satu molekul H2O ke ikatan rangkap fumarat, meghasilkan
L-malat, dengan dikatalisis enzim fumarase tanpa koenzim. Enzim ini bersifat
stereoospesifik, bertindak hanya terhadap bentuk L-stereoisomer dari malat.
Dalam reaksi ini fumarase mengkatalisis proses penambahan tras atom H dan gugus
OH ke ikatan rangkap fumarat.
g. Reaksi VII (akhir)
L-malat doksidasi menjadi
oksaloasetat oleh enzim L-malat dehidrogenase yang berikatan dengan NAD. Reaksi
ini adalah endergonik tetapi laju rekasinya berjalan lancer ke kanan. Hal ini
dimungkinkan karena reaksi berikutnya, yaitu reaksi kondensasi oksaloasetat
dengan asetil koenzim-A adalah reaksi eksergonik yang ireversibel.
Pada akhir siklus Krebs ini akan terbentuk
kembali asam oksaloasetat yang berikatan dengan molekul asetil koenzim A yang
lain dan berlangsung kembali siklus Krebs, karena selama reaksi oksidasi pada
molekul glukosa hanya dihasilkan 2 molekul asetil koenzim A, maka siklus Krebs
harus berlangsung sebanyak dua kali. Selain dihasilkan energi pada siklus
Krebs, juga dihasilkan hidrogen yang direaksikan dengan oksigen membentuk air.
Jadi hasil bersih dari oksidasi 1 molekul glukosa akan dihasilkan 2 ATP dan 4 CO2 serta 8
pasang atom H yang akan masuk ke rantai transpor electron (Budiyanto, 2013).
v Transpor
Elektron
Tahap akhir dari respirasi aerob adalah sistem transpor elektron sering disebut
juga sistem (enzim) sitokrom oksidase atau
sistem rantai pernapasan yang
berlangsung pada krista dalam mitokondria. Pada tahap ini melibatkan donor
elektron, akseptor elektron, dan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Donor
elektron adalah senyawa yang dihasilkan selama tahap glikolisis maupun siklus
Krebs dan berpotensi untuk melepaskan elektron, yaitu NADH2 dan
FADH2 (Magfirah, 2013).
Gambar bagan reaksi
transpor elektron
Sistem Transpor Elektron melibatkan 5 kompleks protein (5 protein complexes)
pada membran dalam mitokondria, yakni (Adam, 2013) :
Complex I (NADH-coenzyme Q oxidoreductase or NADH dehydrogenase)
Complex II (Succinate-Q oxidoreductase or Succinate dehydrogenase)
Complex III (Q-cytochrome c oxidoreductase)
Complex IV (Cytochrome c oxidase)
ATP Synthase
Complex
I, II, III dan IV membentuk jalur transpor elektron yang akan dilalui oleh
elektron-elektron berenergi tinggi (high
energy electrons) yang
di'donor' oleh NADH + H+ dan FADH2. Elektron-elektron berenergi tinggi ini
berperan sebagai energi saat complex protein memompa H+ (proton) dari matrix ke ruang
antarmembran pada mitokondria, menyebabkan perbedaan konsentrasi H+ yang sangat tinggi (strong
hydrogen concentration gradient) antara
matrix dengan ruang antarmembran (intramembrane space). Karena perbedaan
konsentrasi proton inilah terjadi peristiwa chemiosmosis (di
lain kesempatan kita akan membahas tentang Chemiosmosis) dan ATP Synthase
menyelesaikan serangkaian proses produksi energi dengan fosforilasi ADP menjadi
ATP (Adam, 2013).
Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron
berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q.
Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan
elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik
menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain
melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu
sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses
oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk
menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c
mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron.
Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang
merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan
akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen
ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari
oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi
yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat
menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara
keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP
(Magfirah, 2013).
Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2sebanyak
10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua
molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi
berikut. Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, dan kira-kira 2 ATP
untuk setiap oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron
dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasilglikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi
seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi,
karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari
setiap respirasi seluler adalah 36 ATP (Magfirah, 2013).
D. Fermentasi pada Tumbuhan
Sebagian besar ATP yang dihasilkan oleh respirasi selular merupakan kerja
fosforilasi oksidatif. Estimasi mengenai perolehan ATP dari respirasi aerobik
bergantung pada suplai oksigen yang memadai ke sel. Tanpa oksigen yang
elektronegatif untuk menarik elektron menuruni rantai transpor elektron,
fosforilasi oksidatif akan berhenti. Akan tetapi ada dua mekanisme umum yang
dapat digunakan sel tertentu untuk mengoksidasi bahan bakar organik dan
membentuk ATP tanpa menggunakan oksigen yaitu respirasi anaerob dan fermentasi.
Perbedaan antara kedua mekanisme ini terletak pada kehadiran rantai transpor
elektron (Campbell, 2010).
Fermentasi adalah cara memanen energi kimia tanpa menggunakan oksigen maupun
rantai transpor elektron manapun dengan kata lain tanpa respirasi seluler.
Oksidasi hanya mengacu pada berpindahnya elektron ke penerima elektron,
sehingga tidak perlu melibatkan oksigen. Glikolisis mengoksiodasi glukosa
menjadi dua molekul piruvat. Agen pengoksidasi pada glikolisis adalah NAD+,
dan oksigen maupun rantai transfer elektron apapun sama sekali tidak terlibat
(Campbell, 2010).
Walaupun glikolisis dapat berlangsung dengan tanpa kehadiran O2,
tetapi tahap berikutnya, yakni oksidasi piruvat dan NADH membutuhkan O2.
Jika oksigen tidak tersedia maka piruvat dan NADH akan terakumulasi dan
tumbuhan akan melangsungkan proses fermentasi (respirasi anaerobik) yang akan
menghasilkan etanol atau asam malat (Lakitan, 2012).
Fermentasi terdiri atas glikolisis plus reaksi-reaksi yang meregenerasi
(membentuk kembali) NAD+ dengan cara transfer elektron dari NADH ke
piruvat atau turunan piruvat. NAD+ kemudian dapat digunakan ulang
untuk mengokisdasi gula melalui glikolisis, dengan hasil netto 2 ATP melalui
fosforilasi tingkat substrat. Ada banyak tipe fermentasi yang berbeda dalam hal
produk akhir yang terbentuk dari piruvat. Dua bentuk tipe fermentasi yang umum
adalah fermentasi alkohol dan asam laktat (Campbell, 2010).
Pada fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi etanol dalam dua langkah.
Langkah pertama melepaskan karbon dioksida dari piruvat, yang diubah menjadi
senyawa berkarbon dua, asetaldehida. Pada langkah kedua asetaldehida direduksi
menjadi etanol oleh NADH. Reduksi ini meregenerasi suplai NAD+ yang
dibutuhkan agar glikolisis berlanjut. Fermentasi asam laktat, piruvat direduksi
secara langsung oleh NADH untuk membentuk laktat sebagai produk akhir tanpa
pelepasan CO2. Fermentasi alkohol umumnya umumnya terjadi pada
bakteri dan tumbuhan, sedangkan fermentasi asam laktat umumnya terjadi pada
mamalia dan hewan (Campbell, 2010).
Proses fermentasi umum dijumpai pada sistem perakaran tumbuhan jika mengalami
penggenangan. Secara rinci mengenai fermentasi yang berlangsung pada tumbuhan
dapat ditelusuri pada publikasi-publikasi yang berhubungan dengan tanggapan
tanaman terhadap kondisi hipoksia atau anoksia, baik yang terjadi secara alami,
misalnya karena penggenangan atau dirancang untuk penelitian dengan menggunakan
gas nitrogen sebagai pengganti udara normal untuk menjamin ketersediaan oksigen
(Lakitan, 2012).
E. Respirasi IntraMolekuler
Respirasi antar atau intramolekul terjadi
sama seperti pada proses fermentasi. Respirasi anaerob pada tumbuhan disebut
juga respirasi intramolekul, mengingat, bahwa respirasi ini hanya terjadi di
dalam molekul saja. Dalam respirasi anaerob, oksigen tidak diperlukan; juga di
dalam proses ini hanya ada pengubahan zat organik yang satu menjadi zat organik
yang lain. Contohnya perubahan gula menjadi alkohol, di mana pada hakikatnya
hanya ada pergeseran tempat-tempat antara molekul glukosa dan molekul alkohol
(Ata, 2011).
Beberapa spesies bakteri dan mikroorganisme
dapat melakukan respirasi intramolekuler. Oksigen yang diperlukan tidak
diperoleh dari udara bebas, melainkan dari suatu persenyawaan. Contoh (Ata,
2011) :
CH3CHOH.COOH + HNO3 →
CH3.CO.COOH + HNO2 + H2O + Energi
(asam
susu)
(asam piruvat)
Respirasi anaerob dapat berlangsung pada
biji-bijian seperti jagung, kacang, padi, biji bunga matahari dan lain
sebagainya yang tampak kering. Akan tetapi pada buah-buhan yang basah mendaging
pun terdapat respirasi anaerob. Hasil dari respirasi anaerob di dalam
jaringan-jaringan tumbuhan tinggi tersebut kebanyakan bukanlah alkohol,
melainkan bermacam-macam asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam
oksalat, asam tartarat dan asam susu (Ata, 2011).
F. Efisiensi Respirasi
Selama respirasi
sebagian besar energi mengalir dalam urutan : glukosa ® NADH ® rantai transpor
elektron ® gaya gerak proton ® ATP. Sehingga dapat
dilakukan penghitungan laba ATP ketika respirasi selular mengoksidasi suatu
molekul glukosa menjadi enam molekul karbon dioksida (Campbell, 2010).
Jika heksosa dioksidasi secara sempurna menjadi CO2 dan H2O
melalui glikolisis, siklus Krebs, dan sistem pengangkutan elektron, maka akan
dihasilkan energi yang pada tahap glikolisis dihasilkan 2 ATP dan 2 NADPH
per molekul heksosa. Oksidasin masing-masing NADH melalui sistem pengangkutan
elektron menghasilkan 3 ATP, berarti secara total pada tahap glikolisis dihasilkan
6 ATP per molekul heksosa (Lakitan, 2012).
Siklus Krebs akan menghasilkan 2 ATP perheksosa (per 2 molekul piruvat). Pada
siklus Krebs dihasilkan 8 NADH permolekul heksosa pada matriks mitokondria,
dimana melalui fosforilasi oksidatif dihasilkan total 8 x 3 ATP = 24 ATP.
Masing-masing FADH2 dari siklus ini menghasilkan 2 ATP melalui
fosforilasi okisdatif, dimana pada siklus Krebs dihasilkan 2 FADH2
yang berarti 2 x 2 ATP = 4 ATP. Total ATP yang dihasilkan siklus Krebs adalah
30 ATP. Jika ditambah dengan ATP pada tahap glikolisis, maka 30 ATP + 8 ATP =
38 ATP, namun 2 ATP telah terpakai pada proses glikolisis maka 36 ATP (Lakitan,
2012).
Namun sebenarnya angka ATP yang diperoleh tidaklah seperti itu, ada 3 alasan
mengapa kita tidak dapat menyatakan jumlah pasti molekul ATP yang dihasilkan
melalui penguraian satu molekul glukosa. Pertama fosforilasi dan reaksi redoks
tidak secara langsung digandengkan satu sama lain, sehingga rasio jumlah
molekul NADH terhadap jumlah molekul ATP bukan merupakan bilangan bulat. Satu
molekul NADH membangkitkan cukup gaya gerak proton untuk sintesis 2,5 - 3,3
ATP, umumnya dapat dilakukan pembulatan dan mengatakan bahwa 1 NADH dapat
menghasilkan sekitar 3 ATP. FADH2 hanya menyebabkan transpor H+
yang cukup untuk sintesis 1,5 sampai 2 ATP. Kedua. Perolehan ATP sedikit
bervariasi, bergantung pada tipe wahana ulang alik yang digunakan untuk
mentranspor elektron dari sitosol ke dalam mitokondria. Variabel ketiga yang
mengurangi perolehan ATP adalah penggunaan gaya gerak proton yang dibangkitkan
oleh reaksi redoks respirasi untuk menggerakkan macam-macam kerja lain
(Campbell, 2010).
Sehingga dapat dibuat estimasi kasar dari efisiensi respirasi, yang artinya
presentasi energi kimia yang dimiliki oleh glukosa yang ditransfer ke ATP.
Oksidasi sempurna satu mol glukosa melepaskan 686 kkal energi di bawah kondisi
standart (DG = -686 kkal/mol).
Fosforilasi ADP untuk membentuk ATP menyimpan setidaknya 7,3 kkal per mol ATP.
Dengan demikian, efisiensi respirasi adalah 7,3 kkal per mol ATP dikali
38 mol ATP per mol glukosa (total ATP yang diperoleh respirasi tanpa
wahana ulang alik) dibagi 686 kkal per mol glukosa, yang hasilnya sama dengan
0,4. Dengan demikian, sekitar 40% energi potensial kimia dalam glukosa di transfer
ke ATP, presentasi sebenarnya mungkin lebih tinggi karena DG lebih rendah dibawah
kondisi selular. Sisa energi simpanan akan hilang sebagai panas (Campbell,
2010).
G. Lintasan Pentosa Fosfat
Setelah tahun 1950,
mulai disadari bahwa glikolisis dan siklus Krebs bukan merupakan rangkaian
reaksi satu-satunya bagi tumbuhan untuk mendapatkan energi dari oksidasi gula
menjadi karbon dioksida dan air. Lintasan reaksi yang berbeda dengan glikolisis
dan siklus Krebs ini disebut Lintasan Pentosa Fosfat (LPF), karena terbentuk
senyawa antara yang terdiri dari 5 atom karbon. Lintasan ini juga disebut
Lintasan Fosfoglukonat (Lakitan, 2012).
Jalur pentosa fosfat menghasilkan NADPH dengan mengeluarkan CO2.
Jalur ini penting karena merupakan salah satu cara sel mendapatkan NADPH yang
diperlukan untuk reaksi reduksi dan sebagai sumber ribose dan deoxyribose untuk
asam nukleat. NADPH dapat terjadi di dalam kloroplas sehingga dapat dipakai
untuk reduksi CO2 pada fotosintesis bila tidak cukup diperoleh dari
transpor elektron (Santosa, 1990).
Reaksi pertama pada LPF melibatkan glukosa 6 P (hasil penguraian pati oleh
enzim fosforilase yang diikuti oleh aksi enzim fosfoglukomutase pada glikolisis
atau hasil penambahan fosfat terminal ATP pada glukosa atau hasil langsung
reaksi fotosintesis). Glukosa 6 P segera dioksidasi (atau didehidrogenasi) oleh
enzim dehidrogenase untuk membentuk senyawa 6 fosfoglukononlakton, yang
kemudian dengan cepat dihidrolisis menjadi 6-fosfoglukonoat oleh suatu enzim
laktonase. Senyawa 6 fosfoglukonat kemudian mengalami dekarboksilasi oksidatif
untuk menghasilkan ribulosa 5 P oleh 6 fosfoglukonat dehidrogenase (Lakitan,
2012).
Reaksi-reaksi selanjutnya dari LPF akan menghasilkan pentosa fosfat.
Reaksi-reaksi ini dipacu oleh enzim isomerase dan epirase. Epimerase merupakan
salah satu jenis dari enzim isomerase. Reaksi-reaksi ini dan reaksi selanjutnya
sama dengan yang terjadi pada Siklus Calvin. Enzim-enzim penting lainnya adalah
transketolase dan transdolase. Kedua enzim tersebut menghasilkan 3
fosfogliseraldehida dan fruktosa 6 P, yang merupakan senyawa antara pada
glikolisis. Dengan demikian, LPF dapat dianggap sebagai lintasan alternatif
untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang selanjutnya diurai melalui glikolisis
(Lakita, 2012).
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Respirasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi
dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu (Ata, 2011) :
1.
Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan itu
sendiri, yaitu :
a.
Jumlah plasma dalam sel. Jaringan-jaringan meristematis muda memiliki sel-sel
yang masih penuh dengan plasma dengan viabilitas tinggi biasanya mempunyai
kecepatan respirasi yang lebih besar daripada jaringan-jaringan yang lebih tua
di mana jumlah plasmanya sudah lebih sedikit.
b.
Jumlah substrat respirasi dalam sel. Tersedianya substrat respirasi pada
tumbuhan merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan
kandungan substrat yang sedikit akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah pula. Sebaliknya, tumbuhan dengan kandungan substrat yang banyak akan
melakukan respirasi dengan laju yang tinggi. Substrat utama respirasi adalah
karbohidrat.
c.
Umur dan tipe tumbuhan. Respirasi pada tumbuhan muda lebih tinggi dari
tumbuhan yang sudah dewasa atau lebih tua. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan
muda jaringannya juga masih muda dan sedang berkembang dengan baik. Umur
tumbuhan juga akan memepengaruhi laju respirasi. Laju respirasi tinggi pada
saat perkecambahan dan tetap tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif awal (di
mana laju pertumbuhan juga tinggi) dan kemudian akan menurun dengan
bertambahnya umur tumbuhan.
2.
Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar sel atau lingkungan,
terdiri atas:
a. Suhu.
Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan pula kenaikan
laju respirasi. Kecepatan reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies tumbuhan. Perlu diingat, kenaikan suhu yang melebihi batas minimum
kerja wnzim, akan menurunkan laju respirasi karena enzim respirasi tidak dapat
bekerja dengan baik pada suhu tertalu tinggi.
b. Kadar O2 udara.
Pengaruh kadar oksigen dalam atmosfer terhadap kecepatan respirasi akan
berbeda-beda tergantung pada jaringan dan jenis tumbuhan, tetapi meskipun
demikian makin tinggi kadar oksigen di atmosfer maka makin tinggi kecepatan
respirasi tumbuhan.
c. Kadar CO2 udara.
Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat menghambat proses
respirasi. Konsentrasi karbondioksida yang tinggi menyebabkan stomata menutup
sehingga tidak terjadi pertukaran gas atau oksigen tidak dapat diserap oleh
tumbuhan. Pengaruh hambatan yang telah diamati pada respirasi daun mungkin
disebabkan oleh hal ini.
d.
Kadar air dalam jaringan. Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam jaringan
kecepatan respirasi juga akan meningkat. Ini nampak jelas pada biji yang sedang
berkecambah.
e.
Cahaya. Cahaya dapat meningkatkan laju respirasi pada jaringan tumbuhan yang
berklorofil karena cahaya berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang
dihasilkan dari proses fotosintesis.
f.
Luka dan stimulus mekanik. Luka atau kerusakan jaringan (stimulus mekanik) pada
jaringan daun menyebabkan laju respirasi naik untuk sementara waktu, biasanya
beberapa menit hingga satu jam. Luka memicu respirasi tinggi karena tiga hal,
yaitu: (1) oksidasi senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan antara
substrat dan oksidasenya dirusak; (2) proses glikolisis yang normal dan
katabolisme oksidatif meningkat karena hancurnya sel atau sel-sel sehingga
menambah mudahnya substrat dicapai enzim respirasi; (3) akibat luka biasanya
sel-sel tertentu kembali ke keadaan meristematis diikuti pembentukan kalus dan
penyembuhan atau perbaikan luka.
g.
Garam-garam mineral. Jika akar menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah,
laju respirasi meningkat. Hal ini dikaitkan dengan energi yang diperlukan pada
saat garam/ion diserap dan diangkut. Keperluan energi itu dipenuhi dengan
menaikkan laju respirasi. Fenomena ini dikenal dengan respirasi garam.
I . Translokasi Hasil
Fotosisntesis
PENGERTIAN
Salah satu jaringan
pengangkut pada tumbuhan adalah pembuluh tapis (floem). Pada prinsipnya floem
merupakan jaringan parenkim. Floem tersusun atas beberapa tipe sel yang berbeda
yaitu pembuluh tapis, sel pengiring, parenkim, serabut, dan sklerenkim. Floem
merupakan bagian dari kulit kayu. Unsur penyusun pembuluh floem terdiri atas
dua bentuk, yaitu: sel tapis (sieve plate) berupa sel tunggal dan bentuknya
memanjang dan buluh tapis (sieve tubes) yang serupa pipa. Dengan bentuk seperti
ini pembuluh tapis dapat menyalurkan gula, asam amino serta hasil fotosintesis
lainnya dari daun ke seluruh bagian tumbuhan. Pada tumbuhan tertentu terdapat
serabut floem atau serat yang mengandung lignin. Serabut-serabut ini dapat
digunakan sebagai tali dan tekstil, misalnya rami (Boehmeria nivea), linen
(Linum usitatissimum), dan jute (Corchorus capsularis). Dalam floem terjadi
translokasi fotosintat. Translokasi adalah perpindahan bahan terlarut yang
dapat terjadi di seluruh bagian tumbuhan.
Proses pengangkutan bahan
makanan dalam tumbuhan dikenal dengan translokasi. Translokasi merupakan
pemindahan hasil fotosintesis dari daun atau organ tempat penyimpanannya ke
bagian lain tumbuhan yang memerlukannya. Jaringan pembuluh yang bertugas
mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh bagian tumbuhan adalah floem
(pembuluh tapis).
Zat terlarut yang paling
banyak dalam getah floem adalah gula, terutama sukrosa. Selain itu, di dalam
getah floem juga mengandung mineral, asam amino,dan hormon, berbeda dengan
pengangkutan pada pembuluh xilem yang berjalan satu arah dari akar ke daun,
pengangkutan pada pembuluh floem dapat berlangsung kesegala arah, yaitu dari
sumber gula (tempat penyimpanan hasil fotosintesis) ke organ lain tumbuhan yang
memerlukannya. Satu pembuluh tapis dalam sebuah berkas pembuluh bisa membawa
cairan floem dalam satu arah sementara cairan didalam pipa lain dalam berkas
yang sama dapat mengalir dengan arah yang berlainan. Untuk masing – masing
pembuluh tapis, arah transport hanya bergantung pada lokasi sumber gula dan
tempat penyimpanan makanan yang dihubungkan oleh pipa tersebut.
J. Anatomi
Floem
Pada prinsipnya, floem
merupakan jaringan parenkim.Tersusun atas beberapa tipe sel yang berbeda, yaitu
buluh tapis, sel pengiring, parenkim, serabut, dan sklerenkim.
Floem juga dikenal sebagai
pembuluh tapis, yang membentuk kulit kayu pada batang. Unsur penyusun pembuluh
floem terdiri atas dua bentuk, yaitu: sel tapis (sieve plate) berupa sel
tunggal dan bentuknya memanjang dan buluh tapis (sieve tubes) yang serupa pipa.
Dengan bentuk seperti ini pembuluh tapis dapat menyalurkan gula, asam amino
serta hasil fotosintesis lainnya dari daun ke seluruh bagian tumbuhan.
Fungsi floem adalah sebagai
jaringan translokasi bahan organik yang terutama berisi karbohidrat. Crafts dan
Lorenz (1994) mendapatkan persentase nitrogen (dalam bentuk protein) sebesar
45%. Sebenarnya gula yang menjadi linarut terbesar yang ditranslokasikan dalam
cairan floem. Diantara gula ini, sukrosa yang paling banyak jumlahnya. Gula
lain seperti gula rafinosa : glukosa, rafinosa, stakiosa, dan fruktosa juga ada
pada gula alcohol: manitol, sorbitol, galaktitol, serta mio-inositol.
K. Mekanisme
Translokasi Hasil Fotosisntesis
Sejak lama para ahli
fisiologi tumbuhan bermaksud mengukur langsung translokasi dalam system
pengangkutan dengan cara mengikuti pergerakan bahan bertanda. Mula – mula
menggunakan zat warna : fluoresein bergerak dengan mudah dalam sel floem dan
masih digunakan sebagai perunut yang efektif. Virus dan herbisida juga pernah
digunakan. Penggunakan fosfor, belerang, klorin, kalsium, stronsium, rubidium,
kalium, hydrogen dalam kajian ini, namun hingga saat ini nuklida radioaktif
yang paling penting.
Perunut radioaktif bisa dilacak perjalannya dengan pelacak radiasi yang disentuhkan pada batang atau bagian lain dari tumbuhan.
Perunut radioaktif bisa dilacak perjalannya dengan pelacak radiasi yang disentuhkan pada batang atau bagian lain dari tumbuhan.
Metode lainnya adalah
autoradiografi. Tumbuhan diletakkan bersinggungan dengan sehelai film sinar – X
selama beberapa hari hingga bulan. Kemudian,film tersebut dikembangkan dan
ditemui letak radioaktivitasnya pada tanaman tersebut.
Model E. Munch di Jerman pada
tahun 1926 adalah model pengangkutan floem yang dianut sampai sekarang.
Konsepnya yaitu model aliran – tekanan. Menggunakan dua osmometer. Osmometer
yang dilakukan di laboratorium direndam dalam larutan. Osmometer pertama berisi
larutan yang lebih pekat daripada larutan sekitar, osmometer kedua berisi
larutan kurang pekat dari osmometer pertama dan harus lebih pekat dari medium
sekelilingnya. Osmometer pertama dialokasikan dengan daun (sebagai sumber);
sedangkan osmometer kedua dialokasikan dengan organ-organ penerima (sebagai
limbung, misal buah, jaringan meristem, dan akar). Perbedaan antara model
osmometer dengan pengangkutan floem yang sesungguhnya terletak pada sumber dan
lingbungnya. Pada daun, bahan terlarut yang telah terangkut segera ditambahkan
kembali dari hasil fotosintesis (phloem loading); dan bahan terlarut yang telah
sampai ke limbung akan dikeluarkan dari pembuluh floem (phloem unloading).
Dimanfaatkan untuk pertumbuhan atau ditimbun di organ penampung, misalnya dalam
bentuk pati atau lemak. Larutan perendam pada osmometer setara dengan bagian
apoplas tanaman, yakni dinding sel dan pembuluh xylem.
Pengangkutan hasil
fotosintesis (translokasi) keseluruh bagian tumbuhan melalui floem merupakan
transportasi simplas karena floem merupakan sel hidup. Bagian floem yang
berperan utama dalam pengangkutan hasil fotosintesis adalah komponen pembuluh
tapis yang berupa sel memanjang berbentuk silindris yang bersatu dibagian ujung
membentuk suatu pembuluh. Bukti hasil fotosintesis diangkut melalui adalah
pengelupasan kulit pada cangkok, penyadapan getah karet getah damar
dan nira.
Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan benang kromosom bergabung kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu berpindah atau bertukar pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang berbeda dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di dalam satu kromosom (intrachromosome) maupun antar kromosom (interchromosome). Translokasi sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet sehingga dapat menyebabkan kemandulan (sterility) karena terbentuknya chromatids dengan duplikasi dan penghapusan. Alhasil, pemasangan dan pemisahan gamet jadi tidak teratur sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya tanaman aneuploidi.
Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan benang kromosom bergabung kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu berpindah atau bertukar pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang berbeda dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di dalam satu kromosom (intrachromosome) maupun antar kromosom (interchromosome). Translokasi sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet sehingga dapat menyebabkan kemandulan (sterility) karena terbentuknya chromatids dengan duplikasi dan penghapusan. Alhasil, pemasangan dan pemisahan gamet jadi tidak teratur sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya tanaman aneuploidi.
Translokasi dilaporkan
telah terjadi pada tanaman Aegilops umbellulata dan Triticum aestivum yang
menghasilkan mutan tanaman tahan penyakit.
Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara simultan setelah terkena energi radiasi dan segmen yang patah tersebut berotasi 180 o dan menyatu kembali. Kejadian bila centromere berada pada bagian kromosom yang terinversi disebut pericentric , sedangkan bila centromere berada di luar kromosom yang terinversi disebut paracentric . Inversi pericentric berhubungan dengan duplikasi atau penghapusan chromatid yang dapat menyebabkan aborsi gamet atau pengurangan frekuensi rekombinasi gamet. Perubahan ini akan ditandai dengan adanya aborsi tepung sari atau biji tanaman, seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung dan barley. Inversi dapat terjadi secara spontan atau diinduksi dengan bahan mutagen, dan dilaporkan bahwa sterilitas biji tanaman heterosigot dijumpai lebih rendah pada kejadian inversi daripada translokasi.
Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara simultan setelah terkena energi radiasi dan segmen yang patah tersebut berotasi 180 o dan menyatu kembali. Kejadian bila centromere berada pada bagian kromosom yang terinversi disebut pericentric , sedangkan bila centromere berada di luar kromosom yang terinversi disebut paracentric . Inversi pericentric berhubungan dengan duplikasi atau penghapusan chromatid yang dapat menyebabkan aborsi gamet atau pengurangan frekuensi rekombinasi gamet. Perubahan ini akan ditandai dengan adanya aborsi tepung sari atau biji tanaman, seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung dan barley. Inversi dapat terjadi secara spontan atau diinduksi dengan bahan mutagen, dan dilaporkan bahwa sterilitas biji tanaman heterosigot dijumpai lebih rendah pada kejadian inversi daripada translokasi.
Mekanisme pengangkutan
hasil fotosintesis ( translokasi ) pada floem antara lain sebagai berikut :
teori aliran sitoplasma
Translokasi dapat terjadi
karena adanya aliran sitoplasma di dalam sel-sel melalui plasmodesmata. Adanya
plasmodesmata memungkinkan pengangkutan hasil fotosintesis secara difusi dari
satu sel ke sel lain.
Teori aliran massa (tekanan ) oleh Erns Munch, 1930
Translokasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmosis yang terjadi didalam pembuluh floem antar organ yaitu daun, batang dan akar. Peningkatan kadar gula didalam floem daun akan meningkatkan tekanan osmosis daun, sehingga larutan (hasil fotosintesis) akan mengalir dari daun menuju ke akar.
Translokasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmosis yang terjadi didalam pembuluh floem antar organ yaitu daun, batang dan akar. Peningkatan kadar gula didalam floem daun akan meningkatkan tekanan osmosis daun, sehingga larutan (hasil fotosintesis) akan mengalir dari daun menuju ke akar.
L . Proses
Phloem Loading dan Unloading (Pengisian Floem)
Proses peningkatan
konsentrasi gula pada sel-sel floem yang berada dekat dengan sel-sel
fotosintetik pada daun disebut proses pengisian floem (phloem loading).
Berdasarkan pengukuran pada berbagai spesies, terlihat bahwa potensi osmotik
sel-sel mesofil (sekitar -0,8 MPa sampai -1,8 MPa) lebih tinggi dibanding pada
pembuluh floem (antara -2,0 MPa sampai -3,0 MPa). Karena bahan terlarut
(sukrosa) pada pembuluh floem lebih tinggi dibanding pada sel-sel mesofil.
Serapan sukrosa oleh sel
peneman floem ini yang dikarenakan oleh sel peneman ini lebih besar dan lebih
aktif dibandingkan sel-sel lain pada jaringan floem dan juga adanya penumbuhan
ke dalam (ingrowth) yang menyebabkan luas permukaan membran sel ini menjadi 3
kali lebih luas. Menyebabkan potensi osmotic sitoplasma sel ini menjadi turun
(lebih negatif) dan ini akan merangsang air untuk masuksecara osmosis kedalam
sel ini dari sel-sel mesofil disekitarnya. Sebagai akibatnya tekanan internal
pada sel peneman akan meningkat dan mengakibatkan sukrosa bergerak masuk ke
pembuluh floem secara simplastik melalui plasmodesmata. Masuknya larutan yang
mengandung sukrosa ke pembuluh floem dari sel-sel peneman ini yang
mengakibatkan tekanan internal pada pembuluh floem pada daun lebih tinggi, yang
kemudian menjadi faktor pendorong dari aliran larutan floem, berarti
pengangkutan senyawa-senyawa yang terlarut didalamnya.
Proses pengisian floem ini
bersifat selektif. Jenis material yang di translokasi seperti gula rafinosa :
glukosa, rafinosa, dan stakiosa juga ada pada gula alcohol: manitol, sorbitol,
galaktitol, serta mio-inositol. Fruktosa jarang diangkut kedalam pembuluh
floem. Demikian juga dengan asam amino dan mineral.sifat selektif ini
memperkuat argumentasi bahwa senyawa – senyawa yang akan dimuat kedalam
pembuluh floem diserap dari apoplas oleh sel – sel peneman floem. Sifat
selektif ini berkaitan dengan peranan senyawa pembawa pada membran, yang
menyangkut pada senyawa – senyawa tertentu.
Kompetisi antara organ atau
jaringan limbung ditentukan oleh laju pengeluaran bahan dari pembuluh floem
(phloem unloading). Limbung yang dapat memanfaatkan hasil terlarut (sukrosa)
dari pembuluh floem dan akan berpeluang besar untuk memperoleh lebih banyak
lagi bahan terlarut dari organ sumber. Hal ini disebabkan sukrosa diserap sel –
sel organ limbung dari pembuluh floem, maka potensi air sel – sel limbung
tersebut turun. Mengakibatkan air akan bergerak keluar dari pembuluh floem dan
tekanan internal pembuluh floem pada organ atau jaringan limbung akan turun.
Hal ini akan lebih memacu laju pengangkutan dari sumber ke limbung karena
perbedaan tekanan internal yang lebih besar antara kedua ujung pembuluh floem
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Respirasi adalah
reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk
aktivitas sel dan dan kehidupan tumbuhan dalam bentuk ATP atau senyawa
berenergi tinggi lainnya.
2. Kuosien Respirasi
adalah cara mengukur konsumsi oksigen dan produksi CO2 melalui
perbandingan antara produksi CO2 dengan O2.
3. Respirasi secara
umum terjadi pada 4 tahap yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus
Krebs dan transpor elektron, dimana semuanya berlangsung di mitokondria kecuali
glikolisis.
4. Fermentasi merupakan proses
yang berlangsung ketika tidak terdapat oksigen bagi tumbuhan seperti ketika
akar terendam air. Pada fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi etanol dalam
dua langkah. Langkah pertama melepaskan karbon dioksida dari piruvat, yang
diubah menjadi senyawa berkarbon dua, asetaldehida. Pada langkah kedua
asetaldehida direduksi menjadi etanol oleh NADH.
5. Respirasi antar atau intramolekul terjadi sama seperti
pada proses fermentasi. Respirasi anaerob pada tumbuhan disebut juga respirasi
intramolekul, mengingat, bahwa respirasi ini hanya terjadi di dalam molekul
saja.
6. Lintasan Pentosa Fosfat (LPF)
adalah lintasan reaksi yang berbeda dengan glikolisis dan siklus Krebs karena
terbentuk senyawa antara yang terdiri dari 5 atom karbon.
7. Efisiensi respirasi adalah
metode penghitungan laba ATP, yang mana jika dihitung ATP total yang diperoleh
dari oksidasi 1 mol glukosa adalah 36 ATP dengan estimasi penghitungan
diperoleh sekitar 40% energi potensial kimia dalam glukosa di transfer ke ATP.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi
laju respirasi terdiri dari faktor internal yaitu jumlah plasma sel, jumlah
substrat, umur dan tipe pertumbuhan. Faktor eksternal yaitu suhu, kadar O2
di udara, kadar CO2 di udara, kadar air dalam jaringan, cahaya dan
luka stimulus mekanik.
9.
Translokasi merupakan pemindahan hasil fotosintesis dari daun atau organ tempat
penyimpanannya ke bagian
lain tumbuhan yang memerlukannya.
10.
Jaringan pembuluh yang bertugas mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh
bagian tumbuhan adalah floem (pembuluh tapis). Tersusun atas beberapa tipe sel
yang berbeda, yaitu buluh tapis, sel pengiring, parenkim, serabut, dan sklerenkim.
11. Zat
organik hasil fotosintesis yang dibentuk di dalam daun akan diangkut keseluruh
bagian yang memerlukan diuraikan oleh enzim menjadi zat yang dapat larut dan
dapat keluar dari sel sampai ujung pembuluh tapis (floem) pembuluh tapis
kebagian tubuh yang memerlukan disertai translokasi.
12. Proses peningkatan konsentrasi gula pada
sel-sel floem yang berada dekat dengan sel-sel fotosintetik pada daun disebut
proses pengisian floem (phloem loading).
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang
diperoleh maka penulis menyarankan :
1.
Makalah ini dapat dijadikan proses pembelajaran khususnya dalam menambah
pengetahuan tentang respirasi pada tumbuhan.
2. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang
proses-proses respirasi pada tumbuhan dan diadakannya percobaan sederhana yang
spesifik untuk membuktikan bahwa tumbuhan melakukanrespirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, 2013. Electron Transpor System. http://biologypunk.blogspot.com
/2013/06/electron-transport-system-sistem.html. Diakses pada 31 oktober 2014 pukul 15.42 WITA.
Ata, Khaeriah. 2011. Makalah Respirasi
pada Tumbuhan. http://ataseulanga.
blogspot.com/2011/03/makalah-respirasi-pada-tumbuhan.html. Diakses pada 31 oktober 2014 15.47 WITA.
Budiyanto, 2013. Pengertian Proses Siklus
Krebs. http://budisma.web.id /pengertian-proses-siklus-krebs-siklus-asam-sitrat.html. Diakses pada 31 oktober 2014 pukul 15.40 WITA.
Campbell, dkk. 2010. Biologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fauziawati, Nova. 2011. Respirasi. http://novanurfauziawati.files.wordpress. com/2012/02/4-1-respirasi-2.pdf. Diakses pada 31 oktober 2014 pukul 15.34 WITA.
Iskandar, La Ode. 2012. Respirasi pada
Tumbuhan. http://laodeiskandar.blogspot. com /2012/03/respirasi-pada-tumbuhan.html. Diakses pada 31 oktober 2014 pukul 15.45 WITA.
Jazair, Rizal, 2011. Tahapan Siklus Krebs.
http://sainsedutainment. blogspot.com/2011/10/tahapan-reaksi-siklus-krebs.html.
Diakses pada 31 oktober 2014 pukul
15.37 WITA.
Lakitan, Benyamin. 2012. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press, Jakarta.